Suatu saat, saya berbincang dengan seseorang tentang satu hal... Hal yang umum terjadi disekitar kita... Sebut saja orang itu adalah B. Ketika membahas hal tersebut, kami ngobrol dengan santai, diselingi hal2 yang lainnya tapi masih terkait dengan satu hal itu..
Hal itu kembali saya bincangkan dengan orang lainnya sebut saja H... Ternyata reaksi yang diterima berbeda dari pada B... Baru diungkapkan 3 kata saja, H sudah bersikap reaktif, dan menganggap perbincangan tersebut tidak pantas untuk dibicarakan oleh saya... Padahal selama ini justru H yang sering menyebutkan betapa dekat hubungan saya dengan H.
Dari dua kejadian tersebut, saya menarik kesimpulan, rambut boleh sama hitam tapi pikiran berbeda. Kita tidak bisa menganggap permasalahan yang sama akan menghasilkan reaksi yang sama. Situasi dan kondisi saat berbicara berpengaruh pada reaksi seseorang. Selain itu juga, kita harus memahami kondisi psikologis teman bicara kita.
Sebagai orang yang suka SKSD (bahasa jaman baheula yang berarti Sok Kenal Sok Dekat) walaupun pada kasus ini sebetulnya saya bukan sok kenal, tentu saja reaksi yang diluar dugaan menimbulkan rasa kaget yang luar biasa. Saya hanya bisa bengong dan memandang teman bicara dengan tatapan yang mungkin malah dianggap terlalu berani. Sambil berpikir dimana kesalahan saya.
Jadi, segala hal yang akan dibicarakan sifatnya situasional, dimana saya haris melihat situasi sebelum bicara dengan seseorang. Saya sadar karena hal yang dibicarakan agak2 bersifat sensitif, tapi karena kepolosan, sikap blak2an dan sok akrab yang dimiliki, membuat saya berbicara tanpa melihat situasi dan kondisi teman bicara.
Alhasil, semalaman saya terpekur, memikirkan apa yang sudah terjadi, bdan muncullah pemahaman baru... Jangan sok tahu (walaupun tahu) sebelum orng lain bertanya... Jangan sok akrab walaupun merasa dekat.. Karena ternyata sikap sok tahu dan sok akrab dapat menjadi bumerang untuk diri sendiri..
#salamokke
#intropeksidiri
Komentar
Posting Komentar